BANDAR LAMPUNG – Musim kering di Lampung datang lebih awal dan telah mengancam keberlangsungan hidup tanaman padi yang baru saja ditanam petani.
Kondisi terparah terjadi di Lampung Tengah yang merupakan sentra tanaman padi terbesar di provinsi ini.
Dari investigasi terbatas yang dilakukan Haluan Lampung pada Sabtu-Minggu mendapati sejumlah lahan persawahan di Kecamatan Seputih Agung, Terbanggi Besar dan Seputih Mataram ‘sekarat’akibat kekeringan.
Diperkirakan, tanaman padi berusia sangat muda di tiga kecamatan itu akan mati beberapa hari ke depan. Anehnya, kondisi tanah sawah yang sudah retak-retak tersebut kontras dengan volume air irigas yang justru terlihat besar. Diduga, ada masalah pada saluran irigasi utama hingga air irigasi tidak masuk ke lahan persawahan.
Gubernur Lampung dan Balai Besar Mesuji Sekampung diminta untuk segera mengecek persoalan ini agar ancaman gagal panen tidak meluas.
Agus Budiono, seorang petani di Kurnia Mataram, Kecamatan Seputih Mataram mengungkapkan petani di kecamatan itu ‘kecele’; terlanjur tanam lalu dilanda kekeringan.
Ia pun menunjukkan tanah sawahnya yang retak-retak. “Itu baru berumur 10 hari. Daunnya mulai kuning. Mungkin tak tertolong lagi,” kata Agus, Minggu (15/1/2023).
Agus mengaku para petani di Kecamatan Seputih Mataram risau, tak berdaya menghadapi kekeringan itu.
“Yang selamat mungkin petani yang punya mesin bor air. Yang tidak punya mesin bor ya pasrah nungguin datangnya air, entah kapan akan masuk ke sawah, tidak jelas,” kata dia.
Sedangkan Ismail, petani di Dusun 8, Kampung Karang Endah, Kecamatan Terbanggi Besar mengaku sudah sepekan lahan sawah miliknya kering lantaran air dari irigasi WS 11 sudah tidak lagi mengalir.
Daun tanaman padi berusia 6 hari di kecamatan itu terlihat mengering. Tanah sawah pun retak-retak.
“Tinggal menunggu mati. Asli merugi,” kata dia.
Sementara Marzuki, petani di Kecamatan Seputih Agung, mengatakan sawah di Desa Donoarum, Gayau Sakti, Muji Rahayu, juga merugi jutaan rupiah lantaran tanaman padi berusia di bawah sepuluh hari terancam mati.
Solusi Hemat Air di Lahan Retak-retak
Kekeringan yang melanda persawahan di Lampung Tengah justru terjadi saat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung menerapkan pertanian hemat air yang disebut-sebut dapat menjadi solusi dan mengantisipasi adanya perubahan iklim. Salah satunya potensi risiko El Nino.
Solusi terapan hemat air tersebut pertama kali disampaikan Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Provinsi Lampung Kusnardi, Kamis (12/1/2023) lalu.
Ia mengatakan, langkah antisipasi dalam menghadapi perubahan cuaca telah direncanakan lebih awal, melalui penyediaan irigasi, terutama untuk menjaga sektor pertanian agar tetap produktif.
“Telah mulai kita atur untuk penggunaan air. Jadi kalau program pertanian saat ini diarahkan untuk hemat air, jadi pertanian hemat air ini bisa jadi solusi,” kata Kusnardi.
Menurut dia, adanya penghematan air melalui pengaturan pengairan di sektor pertanian secara terkendali, akan menjadi salah satu upaya cepat untuk mengantisipasi adanya potensi El Nino di masa mendatang.
“Pertanian ini kan tergantung dengan air, jadi perbaikan irigasi, langkah penghematan air dengan menghitung kebutuhannya per tiap lahan, dengan teknologi irigasi hemat air bisa menggunakan irigasi berselang, irigasi bergilir dapat menjaga pengairan di daerahnya tetap stabil,” kata dia menjelaskan.
Selain itu, lanjut Kusnardi, akan dilakukan juga percepatan proses tanam, dan perluasan mekanisasi pertanian.
Terkait percepatan proses tanam, sepertinya sudah dilakukan petani. Namun, soal hemat air yang diterapkan Pemprov Lampung, tampaknya patut dipertanyakan.
Hemat air bukan berarti tidak membuat lahan sawah menjadi kering.(DBS/IWA)