JIKA mendengar istilah “Pengaduan” kita pada umumnya mempersepsikan kata tersebut dengan sesuatu yang buruk atau negatif, bahkan ketika terdapat pengaduan dalam pelayanan publik, pemerintah sering kali justru melakukan “serangan balik” terhadap masyarakat yang mengadu, padahal jika mengacu pada peraturan perundang-undangan, istilah pengaduan dalam pelayanan publik merupakan kata atau tindakan yang bersifat positif bahkan membangun.
Hal itu terungkap dalam forum diskusi antar lembaga serta lintas profesi yang berlangsung di Rumah Makan Danu, tepatnya di Jalan Lintas Timur Sumatera, Desa Sukadana Ilir.
Adapun yang berkesempatan hadir adalah Ketua Gapeknas Lampung Timur Maradoni dan didampingi oleh beberapa ketua dan anggota perwakilan lembaga profesi dan lembaga kontrol sosial (LSM) yang membentuk suatu forum yaitu Forum Komando Antar Lembaga (FORKOMAL), pada Senin (17/10/2022).
Dalam hal tersebut ketua AWPI (Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia) DPC Lampung Timur, Herizal, sangat menyayangkan berbagai sikap yang di keluhkan oleh berbagai kalangan masyarakat warga Lampung Timur terhadap berbagai pelayanan dan program kegiatan yang mengatasnamakan publik yang ada di beberapa instansi dan OPD teknis saat ini.
Dari beragam pelayanan dan program tersebut sangat identik dengan persoalan suatu tindakan kecurangan dalam suatu kebijakan, yang berpotensi merugikan kepentingan masyarakat Lampung Timur.
Akan tetapi kecurangan ini di duga sudah lazim mereka lakukan seolah-oleh tidak mempunyai dampak dan konsekuensi hukum.
Dalam diskusi tersebut juga sempat membedah tentang carut marutnya pola, sistem dan prosedur dalam pelaksanaan suatu kebijakan yang sebelumnya telah di paripurnakan antara eksekutif dan legislatif serta di tetapkan aturan dan perikatan hukum(regulasi) antara lembaga legislatif dan eksekutif untuk mengimplementasikan tugas, fungsi, wewenang serta tanggung jawab dari masing-masing jabatan yang bertujuan memaksimalkan pembangunan di kabupaten Lampung Timur di segala bidang.
Lebih spesifik ketua AWPI ini memberikan pandangan kepada peserta diskusi yang hadir tersebut tentang keberanian dan tanggung jawab moral para oknum pejabat, yang di nilai inkonsisten terhadap ketentuan dan ketetapan dari isi dan sanksi aturan yang telah mereka buat.
Yang lebih menghawatirkan, kata Herizal, adalah tindakan kecurangan para oknum pejabat yang berwenang untuk mendapatkan dan mewujudkan keinginan mereka atau segelintir kelompok dalam berbagai macam, jenis program atau kegiatan (memonopoli kebijakan) tapi tidak memperhatikan dan menjalankan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Lebih lanjut, Herizal menyampaikan pandangan-pandangannya kepada peserta diskusi, bahwa AWPI Lampung Timur merasa prihatin dengan kondisi saat ini, dimulai dari berbagai isu inkonsisten terhadap janji, pemenuhan hak publik dan hak para perangkat daerah, proses lelang atau tender proyek yang terlanjur di kemas dalam pemberitaan di berbagai media ,baik media lokal ataupun nasional. Sehingga nama Lampung Timur yang kurang sedap sudah terkonsumsi informasinya di pelosok negeri baik di kancah nasional ataupun regional.
Hal ini tentunya sangat berdampak pada kredibilitas para pejabat dan pemangku kebijakan di Kabupaten Lampung Timur.
Selain itu Herizal menyoroti juga, terhadap berbagai sikap dan tindakan para oknum pejabat saat ini yang dianggap sangat kurang peka dalam merespon kritikan masyarakat. Selain itu para oknum pejabat di duga melakukan berbagai kecurangan sehingga berdampak menjadi inkonsisten terhadap segala keputusan yang telah ditetapkan.
Konsekuensinya berbagai program dan kegiatan di Lampung Timur di rasa lamban dalam berakselerasi, juga tidak mudah untuk sinkron dengan renstra dan visi misi Pemkab Lampung Timur, karena muncul pula opini dari berbagai kalangan bahwa kebijakan pemerintah tersebut di duga syarat dengan muatan politik dan pengkondisian dalam penentuan pemenang lelang dari berbagai program di beberapa OPD.
Yang paling rawan dengan kecurangan terjadi antara lain di dinas PUPR, dinas pendidikan dan kebudayaan serta dinas kesehatan di Lampung Timur.
Menurutnya, hal ini merupakan salah satu bentuk prilaku oknum pejabat yang ditenggarai sedang berupaya untuk melakukan pembangkangan terhadap isi dan aturan yang ada.
Dengan upaya-upaya tersebut di atas, kata Herizal, ini merupakan salah satu bentuk dari kejahatan suatu kebijakan. AWPI sangat khawatir munculnya berbagai macam jenis kecurangan, inkonsisten dan sikap tak perduli dengan resiko terhadap sanksi hukum yang timbul dari dampak suatu kebijakan itu sendiri.
Selain sanksi hukum juga akan berpotensi memunculkan berbagai polemik dan konflik, baik di internal pemerintah itu sendiri terlebih di masyarakat Lampung Timur, karena tanpa kita sadari dari sikap-sikap dan perlakuan seperti itu akan ada yang merasa menjadi korban dari sebuah kebijakan.
Salah satunya yaitu dari sikap, beberapa kelompok atau secara personal akan merasa di intimidasi dan di intervensi dari sebuah keputusan dan kebijakan yang tidak termasuk dalam aturan atau yang persyaratkan oleh suatu aturan atau undang-undang, dan hanya bertujuan untuk memenuhi dan mewujudkan keinginan segelintir orang atau kelompok tertentu saja.
Selain itu AWPI Lampung Timur menegaskan bahwa peran aktif dari beberapa lembaga atau aparat penegak hukum harus jeli dan pro aktif untuk dapat menyikapi dan mendorong penegakan hukum yang lebih objektif dan tegas serta konsisten.
Dengan berbagai kejadian dan peristiwa yang telah terjadi termasuk dari berbagai isu pelanggaran hukum dan peraturan yang bersumber dari kecinderungan perbuatan curang dan inkonsisten para oknum pejabat daerah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan bidang dan jabatannya alias telah melampaui tupoksinya.
Pasalnya, beredar dugaan dari berbagai elemen masyarakat bahwa aparat penegak hukum tak mampu berbuat banyak dalam menindaklanjuti berbagai laporan tentang pelanggaran hukum, dikarenakan sudah terkondisi dan ada kesepakatan khusus di balik layar yang seolah mengamini para oknum pejabat di Lampung Timur untuk berbuat pelanggaran hukum dan pelanggaran etika dari jabatannya dan terkesan kebal hukum.
Salah satu persoalan yang selalu mendapatkan sorotan dari AWPI Lampung Timur adalah pejabat yang mempunyai fungsi untuk menerbitkan izin atau menerbitkan suatu peraturan yang menyangkut hak publik dan proses lelang yang setiap tahun selalu ada konflik.
Konflik tersebut muncul di duga karena kecenderungan para oknum pejabat selalu melakukan kecurangan terhadap proses, pelaksanaan serta penetapan hasil pemenang lelang atau tender barang dan jasa. Bahkan hal ini dapat terjadi juga kecurangan saat dalam pembahasan rancangan APBD dan APBD-P, banyak lagi kecurangan-kecurangan yang akan menimbulkan berbagai pelanggaran hukum.
Hanya saat ini yang menjadi sorotan bersama terutama pada proses penerbitan perizinan dan proses lelang. Juga harus dicermati bersama, saat ini adalah saat pembahasan pada pengajuan perda.
Herizal juga menyampaikan pada forum diskusi tersebut agar para oknum pejabat daerah tetap mengupayakan pada pelaksanaan proses lelang atau tender serta adanya suatu regulasi tentang kebijakan penerbitan berbagai jenis perizinan.
Ia pun berharap, agar para pejabat ini tetap dalam kondisi sehat jasmani dan rohani saat menetapkan kebijakan tersebut, agar kebijakan itu berdampak positif dan sesuai sasaran serta dapat di pertanggung jawabkan secara moral dan secara hukum, terlebih dapat dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, ketika saat pejabat tersebut dilantik dan diambil sumpah jabatannya.
Karena dalam konteks hukum administrasi negara dengan adanya kewenangan yang dimiliki oleh pejabat administrasi negara sebagai pelaksana undang-undang, pejabat administrasi negara berwenang memberikan izin atau suatu kebijakan dari sebuah aturan kepada setiap individu, dan/atau kelompok masyarakat yang berbadan hukum melalui surat keputusan atau surat ketetapan. pengelolaan sistem kebijakan yang tidak sesuai kaidah-kaidah hukum yang tidak mengakomodir keinginan dari para oknum pejabat yang dapat menimbulkan suatu kejahatan korporasi secara terstruktur,massive,terencana terorganisir yang dapat melibatkan banyak oknum pejabat di lingkungan pemerintah kabupaten Lampung Timur.
Salah satu contoh kebijakan yang sedang di pertanyakan oleh AWPI Lampung Timur sebelumnya, terkait pemberitaan pola, sistem dan prosedur Pemkab Lampung Timur dalam pemberian izin, dari pemerintah kepada individu atau kelompok masyarakat yang di duga belum memiliki legalitas atau belum berbadan hukum.
Dengan memastikan legalitas untuk mengendalikan dan membatasi aktifitas agar tidak merugikan orang lain atau lingkungan. Sehingga pemegang izin mematuhi ketentuan hukum yang berlaku, karena itu pemberian izin adalah instrumen bagi pemerintah untuk melakukan pencegahan (preventive) dampak hukum dari pemberian izin.
Pada sisi lain, pemberian izin juga bisa dimaknai sebagai instrumen pengendalian (controling) bagi pemerintah kepada pemegang izin yang dimiliki orang per orang atau kelompok masyarakat yang berbadan hukum. Pemerintah berkewajiban mengendalikan setiap tindakan yang dilakukan pemegang izin agar tidak menyimpang dari ketentuan perundang-undangan dan memperhatikan kepentingan umum.
Fungsi pengaturan juga melekat pada pemberian izin oleh pemerintah. Dengan memberikan izin, pemerintah memiliki perangkat untuk mengatur setiap kegiatan dan tindakan yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh pemegang izin.
Menurut pandangan AWPI Lampung Timur, bahwa izin dalam arti luas adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan suatu tindakan atau perbuatan tertentu yang selama ini dilarang.
Perspektif lain tentang pemberian izin adalah fungsi melindungi (protective) bagi pemerintah. Dengan memberikan izin atau menentukan aturan yang di persyaratkan, pemerintah bisa melindungi obyek-obyek tertentu dari gangguan akibat kegiatan atau tindakan yang dapat merusak obyek yang dimaksud. Izin atau peraturan yang diberikan untuk membatasi kebebasan individu atau kelompok terhadap obyek tertentu yang dilindungi pemerintah dan hukum.(TIM)