Bandarlampung – Mantan Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan, AKP Andri Gustami, menemui titik tergelap dalam kariernya.
Hal itu ketika jaksa penuntut umum (JPU) menuntut hukuman mati terhadapnya di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Bandarlampung, pada Kamis (1/2/2024).
Jaksa Eka Aftarini menegaskan bahwa Andri Gustami, yang seharusnya menjadi pahlawan dalam memerangi peredaran narkoba, kini mendapati dirinya sebagai terdakwa dalam kasus tersebut.
Tuntutan hukuman mati disampaikan karena Andri Gustami dianggap terlibat dalam memuluskan peredaran narkoba jaringan internasional yang dipimpin oleh Fredy Pratama.
Aliran dana sebesar Rp 1,3 miliar yang diterima oleh Andri Gustami diungkapkan sebagai imbalan atas kerjanya dalam meloloskan pengiriman sabu sebanyak delapan kali.
Menurut jaksa, uang tersebut digunakan untuk kebutuhan pribadi dan membeli mobil.
Tuntutan ini mencerminkan sikap tegas penegakan hukum terhadap anggota aparat yang terlibat dalam kejahatan.
Meski mengakui sebagian besar tuduhan, penasehat hukum Andri Gustami, Zulfikar Ali Butho, berpendapat bahwa tuntutan hukuman mati belum sepenuhnya mencerminkan asas keadilan dan kemanfaatan.
“Bahwa keputusan hukum harus mempertimbangkan niat baik kliennya, yang masuk ke dalam jaringan narkoba sebagai agen penyamar,” tegasnya.
Dalam persidangan, Andri Gustami menjelaskan niatnya untuk menjadi undercover agent dalam jaringan Fredy Pratama.
Namun, keputusannya untuk tidak memberitahu atasan atau meminta izin menjalankan tugas tersebut menjadi sorotan.
Pertanyaan besar yang muncul adalah sejauh mana niat baiknya dapat mengimbangi tindakan yang dianggap melanggar hukum.(*)