Lampung Utara – Pengelolaan Dana Desa (DD) yang seharusnya digunakan untuk membangun infrastruktur dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kembali tercoreng oleh dugaan korupsi yang melibatkan Kepala Desa Gedung Makrifat, Kabupaten Lampung Utara. Kepala Desa ini diduga menyalahgunakan Dana Operasional Desa (DOP) tahun anggaran 2023 dan menghindari pertanggungjawaban dengan memblokir kontak wartawan yang mencoba melakukan konfirmasi.
Mengacu pada Peraturan Kemendes PDTT No. 8 Tahun 2022, desa berhak menggunakan maksimal 3% dari total Dana Desa untuk operasionalnya. Desa Gedung Makrifat, yang menerima pagu sebesar Rp 886.785.000 pada tahun anggaran 2023, memiliki alokasi DOP sebesar Rp 26.603.550. Namun, penggunaan dana tersebut menimbulkan banyak pertanyaan setelah sejumlah anggaran dianggap tidak jelas penggunaannya.
Anggaran Mencurigakan
Laporan keuangan tahap pertama mencatat berbagai pengeluaran, seperti insentif staf kantor desa sebesar Rp 5,5 juta, insentif operator sebesar Rp 5 juta, dan berbagai kegiatan pembinaan yang tampaknya hanya formalitas, dengan dana yang tidak proporsional dibandingkan kebutuhan riil desa. Tahap kedua dan ketiga mencatat pengeluaran serupa, namun dengan nominal yang semakin besar, seperti insentif operator yang melonjak menjadi Rp 12 juta, dan pembinaan yang terus-menerus digelontorkan tanpa hasil yang terlihat.
Beberapa warga setempat mulai mempertanyakan penggunaan dana tersebut, mengingat kondisi desa yang masih tertinggal dari segi infrastruktur dan pelayanan publik. “Kami tidak tahu ke mana dana itu dipakai. Jalan masih rusak, dan fasilitas desa pun minim. Kami hanya mendengar laporan dana besar, tapi tidak melihat hasil nyata,” ujar salah seorang warga yang tidak mau disebutkan namanya.
Kades Menghilang, Wartawan Dibungkam
Yang lebih mencurigakan, ketika wartawan mencoba menghubungi Kepala Desa Gedung Makrifat untuk meminta klarifikasi, kepala desa tersebut diduga memblokir nomor kontak media. Sikap tertutup ini semakin memperkuat dugaan adanya penyelewengan dalam pengelolaan Dana Desa. Hingga berita ini diturunkan, pihak Inspektorat dan Aparat Penegak Hukum (APH) Kabupaten Lampung Utara masih dalam tahap penyelidikan.
Sejak tahun 2019, kasus korupsi Dana Desa terus meningkat. Data dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menunjukkan tren yang memprihatinkan: 45 kepala desa tersandung korupsi pada 2019, angka tersebut melonjak menjadi 174 pada 2022.
Kapan Berakhir?
Kasus Desa Gedung Makrifat hanyalah satu dari sekian banyak kasus yang mencuat. Korupsi Dana Desa seakan menjadi “tradisi” yang merugikan masyarakat desa, yang seharusnya bisa menikmati pembangunan dan peningkatan kualitas hidup.
Warga Gedung Makrifat berharap ada tindakan tegas dari aparat hukum untuk mengusut tuntas kasus ini. “Kami menuntut transparansi dan keadilan. Jangan sampai desa kami hanya menjadi korban penyelewengan anggaran,” ujar salah satu tokoh masyarakat setempat.
Dengan adanya dugaan ini, masyarakat semakin mendesak agar pemerintah dan aparat penegak hukum melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan Dana Desa, dan menindak tegas kepala desa yang terlibat dalam praktik korupsi. (*)