BANDAR LAMPUNG – Pasca sidang perdana terdakwa Andi Desfiandi, baik KPK maupun Penasehat Hukum (PH) terdakwa punya semangat yang sama, menginginkan siapa pun yang beririsan dengan perkara suap penerimaan mahasiswa baru (Maba) Unila dihadirkan menjadi saksi di persidangan.
Bahkan, Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri menegaskan pihaknya akan terus mengungkap siapa pun yang menjadi calo penerimaan Maba.
Adanya praktik percaloan tersebut sejak awal sudah terendus oleh KPK dengan menetapkan Andi Desfiandi (penyuap) menjadi tersangka.
Diketahui, dalam sidang perdana terkait perkara suap penerimaan mahasiswa baru di Unila, Andi memberikan uang sebesar Rp250 juta kepada Rektor Unila Karomani untuk membantu dua orang masuk di Fakultas Kedokteran Unila pada 2022.
Sumber Haluan Lampung menyebutkan dua orang itu adalah keponakan terdakwa. Namun, Ali Fikri memastikan dua orang itu bukan anak terdakwa.
“Iya, bukan anak terdakwa, dan itu tentu kami kembangkan nanti pada proses persidangan. Harapannya ditemukan fakta-fakta hukum sehingga dapat KPK tindaklanjuti,” katanya, di Jakarta, Kamis (10/11/2022).
Seperti halnya PH terdakwa yang menginginkan semua orang yang beririsan dengan perkara suap Rektor Unila dapat dihadirkan sebagai saksi, KPK juga berkomitmen akan meminta/menghadirkan para pihak yang diduga terlibat menjadi saksi.
“Tentunya KPK akan terlebih dahulu mengutamakan pembuktian dugaan penerimaan suap dalam perkara ini,” tegasnya.
Ia meminta para saksi yang dipanggil dalam sidang agar dapat bersikap kooperatif dan memberikan keterangan yang jujur.
Ia mengingatkan saksi berbohong dapat dikenakan sanksi hukum pidana berdasarkan undang-undang tipikor maupun KUHP.
Andi Desfiandi, terdakwa perkara suap penerimaan mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof Karomani, menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungkarang, Rabu (9/11/2022).
Terdakwa terlibat perkara suap mahasiswa baru jalur mandiri pada 2022 dengan total nilai hampir Rp5 miliar.
“Terdakwa memberikan uang Rp250 juta kepada penyelenggara negara dalam hal ini Rektor Unila guna memuluskan dua orang untuk menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran di Unila,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Agung Satrio Wibowo dalam dakwannya.
Jaksa menyatakan, sehubungan dengan jabatan Rektor Unila Karomani sebagai penyelenggara negara, perbuatan terdakwa memberikan uang kepadanya untuk memasukan dua orang menjadi mahasiswa baru di Fakultas Kedokteran melalui jalur mandiri bertentangan dengan jabatan sebagai penyelenggara negara yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Atas perbuatan terdakwa, JPU mendakwa dengan tiga pasal yakni Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1990 tetang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selanjutnya, Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2011 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(IWA)