Kebijakan BPHTB Pringsewu Dalam Sorotan: Penyidikan dan Protes Warga

Kebijakan BPHTB Pringsewu Dalam Sorotan: Penyidikan dan Protes Warga
Kasi Pidsus Kejari Pringsewu, Heru. Foto Istimewa

Perda ada, Perbup pun telah diterbitkan, namun, penetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) pada program PTSL di wilayah Pringsewu 2020 hingga 2021 yang semestinya gratis, justru dipungut biaya mahal. 

Pringsewu – Karena alasan Surat Keputusan (SK) Bupati Pringsewu Nomor: B/177/KPTS/B.03/2021 tentang Penetapan Harga Dasar Tanah dan Harga Dasar Terendah Tanah, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Pringsewu menarik biaya BPHTB pada program PTSL. 

Bacaan Lainnya

Kebijakan menarik biaya BPHTB ini diberlakukan Bapenda selama dua tahun, yakni 2020 hingga 2021. 

Akibatnya, banyak warga Pringsewu yang enggan mengikuti program PTSL. Bahkan, protes juga disampaikan oleh sejumlah notaris.

Nah, menyikapi hal ini pula Kejaksaan Negeri (Kejari) Pringsewu memeriksa sejumlah pejabat Bapenda. Mulai dari (mantan) Kepala Badan, Sekretaris, juga Bendahara diperiksa tim penyidik.

Proses pemeriksan itu diketahui wartawan, setelah Waskito, mantan Kepala Bapenda Pringsewu, mengatakan kalau dirinya sedang menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik Kejari Pringsewu, berkenaan dengan BPHTB. 

Baca Juga  Istri Susah Diajak Berhubungan Badan, Ayah di Pringsewu Tega Cabuli Anak Kandung

“Mencakup juga soal kebijakan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL),” terang Waskito yang kini menjabat sebagai Staf Ahli Bupati itu, Selasa (23/1/2024).

Dia mengakui, selama menjabat sebagai Kepala Bapenda 2021-2022, ada kesalahan yang dilakukannya. 

Hal itu sampai terjadi, karena   ketidakpahaman atas penjabaran dari peraturan bupati (Perbup) maupun peraturan daerah (Perda) yang mengayomi BPHTB pada program PTSL tersebut.

“Saat diperiksa penyidik khusus Kejari, saya mengakui kesalahan saya tidak melihat seksama isi perbup maupun perda yang menjadi dasar pelaksanaan tugas saya,” terangnya.

Selain Kepala Badan, Sekretaris dan Bendahara, staf Bapenda Pringsewu juga ikut diperiksa.

Terpisah, Kasi Pidsus Kejari Pringsewu, Heru membenarkan adanya pemeriksaan tersebut. “Masih dalam proses penyidikan,” kata Heru. 

Dijelaskan, selain permasalahan BPHTB pada program PTSL, penyidik Kejari Pringsewu juga tengan mengupayakan penyelidikan program pengadaan jasa konsultasi PBB, juga di Bapenda Pringsewu.

Baca Juga  Cepat di DLH, Lembek di Korupsi KONI Lampung

Dikeluhkan

Diketahui sebelumnya, banyak warga Pringsewu mengeluhkan besaran biaya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang mesti mereka bayar saat hendak membuat sertifikat melalui program PTSL.

Warga menduga, biaya BPHTB yang dipatok pihak Bapenda Pringsewu di kisaran Rp1 juta hingga Rp5 juta tersebut, merupakan permainan oknum lantaran tidak sesuai dengan perundangan yang berlaku.

Selain itu, Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) pun menduga adanya ‘permainan biaya’. 

Salah seorang Notaris yang tidak bersedia identitasnya ditulis, mencontohkan saat kliennya mengajukan validasi atas BPHTB terutang. 

“Nilainya mencapai Rp15 juta,” kata dia.

Menurutnya, permasalahan BPHTB ini sudah dilaporkan ke Ombudsman perwakilan Lampung, beberapa waktu lalu. 

Dari hasil pemeriksaan Ombudsman, ditemukan maladministrasi. Namun, Bapenda Pringsewu tetap mengacu pada sistem online.

Selain itu, penetapan SK Bupati Pringsewu Nomor: B/177/KPTS/B.03/2021 tentang Penetapan Harga Dasar Tanah dan Harga Dasar Terendah Tanah, juga menjadi persoalan baru di masyarakat. 

Hingga akhirnya, warga Pringsewu enggan mengikuti program PTSL.(*)

Pos terkait