Bandarlampung – Hutan sebagai paru-paru wilayah, kini tak lagi ideal bisa menyerap oksigen, serta mampu menyerap air. Sebab, kawasan hutan di Provinsi Lampung kini semakin menipis.
Data Dinas Kehutanan (Dishut) Lampung, menyebut proporsi kawasan hutan di daerah ini tinggal 28 persen saja. Sedangka angka idealnya, luas hutan kawasan di suatu daerah (provinsi), minimal 30 persen dari luas wilayahnya.
Adalah satu keanehan jika Dishut Lampung mengetahui doal ini, namun instansi tersebut justeru membiarkan ada kawasan hutan di daerah ini yang sengaja ‘dirusak’ oleh masyarakat.
Kawasan hutan yang ‘dirusak’ itu, adalah Register38 Gunung Balak, di Kabupaten Lampung Timur (Lamtim). Di lokasi ini, kini bermunculan permukiman penduduk, serta terjadi aksi penebangan liar.
Uniknya lagi, sebagaimana pengakuan warga sekitar, pihak pemerintah desa memberlakukan ‘pajak’ tak rersmi kepada masyarakat yang ingin membangun rumah, atau menanam pohon di kawasan tersebut.
Merilis laman Lp, Minggu (22/10/2023), Kepala Dishut Lampung Yanyan Ruchyansyah menyebut, kawasan hutan sebagai wilayah yang ditunjuk pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya. Sementara tutupan hutan, menjadi penutupan lahan vegetasi dengan kerapatan dan komposisi tertentu.
Dishut Lampung, ungkapnya, sedang menghitung indeks kualitas tutupan hutan di wilayah Lampung. Yamyan mengakui, memang ada beberapa tutupan hutan yang belum terakomodir sebagai bagian dari indikator untuk meningkatkan indeks kualitas tutupan.
Untuk itu, pihaknya menggandeng berbagai pihak agar menggencarkan rehabilitasi guna melindungi dan menambah luasan tutupan hutan. Program rehabilitasi ini, dekatakannya, dilakukan di dalam maupun di luar kawasan hutan.
Tak Mau Peduli
Diberitakan sebelumnya, Haluan Lampung Edisi 18 Oktober 2023, Dishut seperti tidak mengindahkan amanat Undang Undang (UU) 41/1999 tentang Kehutanan. Padahal, UU ini secara tegas mengatur tentang penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam yang bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya.
Seperti yang terjadi di Hutan Lindung Register 38 Gunung Balak, Kabupaten Lampung Timur, saat ini. Kawasan tersebut sudah berubah wajah, menjadi lahan gersang lantaran banyak tanaman yang ditebangi.
Kondisi itu diperparah, dengan kemunculan bangunan liar di tengah-tengah kawasan. Warga sekitar menyebutnya, bangunan tersebut sebagai ‘kantor tak resmi’ para pengelola lahan disamping pula pertumbuhan permukiman warga.
Dikonfirmasi wartawan Haluan Lampung, beberapa waktu lalu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Ir Yenyen Ruchyansyah, belum bersedia diwawancarai lantaran pejabat bersangkutan hendak mengikuti Rapat Paripurma PAW Anggota DPRD Lampung dari Partai PAN.
Namun, salah seorang pejabat yang sedang berada di ruang tunggu tamu Kepala Dinas Kehutanan, mengalihkan wartawan agar menghubungi UPTD Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan.
Belakangan diketahi, UPTD tersebut hanya bertugas mengukur wilayah hutan kawasan saja dan tidak berwenang mengonfirmasi soal penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam yang bertujuan menjaga hutan,
Diberitakan sebelumnya, Haluan Lampung edisi, Selasa (17/10/2023), berbanding terbalik dengan amanat Undang Undang (UU) 41/1999 tentang Kehutanan, pengelolaan kawasan Register 38 Gunung Balak Kabupaten Lampung Timur ternyata ada kegiatan penarikan pajak.
Hanya saja, ‘leges’ yang diberlakukan di kawasan in oleh oknum-oknum tertentu di sekita kawasan, tidak secara terang-terangan menggunakan istilah pajak. Tapi, penerapan biaya khusus kepada warga yang bermukim.
Bangkan, kepada warga yang membuka lahan perkebunan di lokasi ini pun dikenai biaya. Padahal, UU mengamanatkan yang berhak mengelola hutan lindung adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan kelompok masyarakat tertentu yang memenuhi kriteria menjaga kelestarian lingkungan.
Nah, apakah warga sekitar Register38 Gunung Balak tersebut berkomitmen menjaga pelestarian alam? Ternyata tidak. Sebab, dari hasil pantauan wartawan di daerah tersebut, belum lama ini, pepohonan yang ditebangi tidak lagi ditanami pohon pengganti.
Kawasan Register38 pun berubah wajah, menjadi hutan gersang. Kondisi ini diperparah dengan kemunculan bangunan liar di tengah-tengah kawasan. Warga sekitar menyebutnya, bangunan tersebut sebagai ‘kantor tak resmi’ para pengelola lahan disamping pula pertumbuhan permukiman warga.
UU 41/1999 menyebutkan, dalam Pasal 46 tentang Kehutanan, penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi produksi tercapai secara optimal dan lestari.
Amanat UU inilah yang ditabrak oknum-oknum tertentu di Register38 Gunung Balak. Anehnya, pemda kabupaten melalui Dinas Kehutanan membiarkan saja persoalan ini terjadi. Hingganya, kondisi terkini hutan lindung menjadi saa megkhawatirkan.
WALHI Lampng melalui Ifan Tri, hanya bisa memberi saran menykapi kerusakan kawasan register ini. “Solsi,” ucap fan Tri . Padahal, kelestaan hutan sudah tak lagi bisa ditolelir.(Tim)