Oleh: Iwa Perkasa
DULU, tidak mudah bagi pewarta untuk memperoleh informasi, meski hanya untuk sebuah konfirmasi atau klarifikasi dari para pimpinan di Universitas Lampung (Unila).
Terlalu berliku dan menghabiskan waktu. Dan kalau pun berhasil bertemu Pak Rektor, harus punya modal kesabaran dan pasti menghabiskan waktu hanya untuk menunggu.
Sekitar bulan-bulan akhir tahun lalu, tak lama setelah OTT KPK hingga pemilihan rektor, Haluan Lampung masif memberitakan terkait peristiwa memalukan itu.
Haluan Lampung juga aktif memberitakan terkait proses pemilihan rektor baru serta ikut memanas-manasi’ prosesnya dari mulai pendaftaran hingga pemilihan.
Sepanjang kurun waktu tersebut, Haluan Lampung masih sempat bertemu kawan lama. Namanya Pak Suratno, seorang teman yang nyaris terlupakan, padahal saya sudah mengenalnya lama sejak era Rektor Pak Muhajir.
Pak Suratno bersedia menerima audiensi Haluan Lampung justru di saat Unila dihantam badai. Kami membicarakan banyak hal, termasuk soal kerjasama media Haluan Lampung dengan Unila.
Kala itu ia menjabat Koordinator Humas Unila, sekarang pun masih di posisi itu. Humas Unila bukanlah bidang tersendiri yang bersifat khusus, melainkan hanya menjadi bagian dari Biro Perencanaan.
Barangkali, karena masih menjadi ‘anak bawang’ kala itu (mungkin sekarang masih), sehingga SDM Humas Unila kurang percaya diri.
Kemarin, Haluan Lampung datang memenuhi undangan sarasehan Unila bersama media massa di Hotel Radisson, Selasa 28 Februari 2023.
Sarasehan mengusung tema Sinergisitas Universitas Lampung dan Media Massa dalam rangka Universitas Lampung Menuju World Class University (WCU). Sebuah acara yang luar biasa, dan bahkan belum pernah ada sebelumnya.
Pada acara itu Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof Lusmeilia Afriani mengajak seluruh media massa bersama-sama memajukan Unila dalam rangka mewujudkan universitas tersebut sebagai kampus berkelas dunia atau World Class University (WCU).
“Visi misi kita adalah membesarkan Unila, dan semua itu tidak lepas dari peran media massa yang mempromosikan prestasi dan keunggulan Unila,” tegas Prof Lusmeilia Afriani.
Prof Lusmeilia menyatakan, temuan dan inovasi para dosen tidak mungkin dikenal masyarakat jika tidak dikenalkan oleh media massa.
Ibu Lusi meyakini hingga saat ini, kepercayaan masyarakat terhadap Unila masih terjaga dengan baik. Memang, data membuktikan itu, yakni jumlah mahasiswa yang mendaftar ke Unila melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) atau dulu dikenal dengan istilah Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) bertambah jumlahnya.
Untuk tahun ini, pendaftar SNBP Unila mencapai 25.000 orang, naik 18,83 persen dibandingkan tahun lalu sebanyak 21.000 orang.
Sambutan IBU REKTOR, (selama ini Pak Rektor) tersebut mengingatkan saya ke masa lalu, yakni masa-masa susahnya bertemu Pak Rektor dulu.
Ada sedikit kegamangan yang berujung pada pertanyaan, “Apakah upaya Unila menjadi kampus berkelas dunia atau World Class University (WCU) bisa tercapai?”
Jawabnya pasti tidak, bila Unila tidak membenahi kehumasannya! Sebab, sebuah perguruan tinggi kelas dunia harus lebih terbuka. Kerja-kerja kehumasan wajib berjalan baik, bahkan agresif.
Lalu, Rabu pagi tadi, saya kembali teringat Pak Suratno, Koordinator Humas Unila yang saya ceritakan tadi. Saya putuskan menelepon beliau.
“Masih jadi Koordinator Humas Pak,” tanya saya.
“Masih Pak,” jawab Pak Suratno di ujung telpon.
Dialog berlanjut, hingga Pak Suratno mengatakan, “Kami sudah berubah kok Pak. Kami berusaha untuk terbuka sesuai visi misi Bu Rektor.”
Pemimpin Redaksi Haluan Lampung