BANDARLAMPUNG – Mantan Walikota sekaligus Bapak Pembangunan Kota Bandarlampung Herman HN dan Mardiana, anggota DPRD Lampung, hadir menjadi saksi perkara suap Unila di PN Tanjungkarang, Selasa (28/2/2023).
Dipersidangan, Herman HN membeberkan posisi dirinya saat menjadi penghubung agar M, anak Anggota DPRD Tulangbawang Barat Marzani bisa lulus di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (Unila).
“Marzani minta tolong agar anaknya bisa masuk kedokteran Unila. Saya udah bilang gak bisa, tapi Marzani berkali-kali minta tolong, jadi saya gak enak hati,” ujar Herman HN di Pengadilan Negeri Tanjungkarang seperti dilangsir rmollampung.
Saat itu, lanjut Herman HN, Marzani menyebutkan nama Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat (BPHM) Unila Budi Sutomo bisa membantu. Akhirnya, Herman HN teringat mantan Staf Ahlinya saat masih menjabat Walikota Bandar Lampung, yakni Yusdianto yang merupakan Dosen Hukum Unila.
“Hari itu Yusdianto langsung datang bersama Budi Sutomo ke rumah di Batu Putu. Saya bilang ke Budi, ada ponakan saya mau masuk FK Unila, kalau bisa tolong dibantu,” ujar Herman HN.
Menurut Herman HN, Budi Sutomo tidak pernah membahas soal infak pembangunan Lampung Nahdliyyin Center (LNC). Setelah pertemuan itu, dirinya tak pernah berhubungan lagi dengan Marzani dan urusan titip menitip.
“Bulan Juni Yayan (ajudan Herman HN) lapor kalau ada penyerahan uang antar Saprodi (Asisten III Pemkot Bandar Lampung sekaligus besan Marzani) ke Budi Sutomo. Tapi saya bilang bukan urusan saya, kasih tau saja orang tuanya,” jelas Herman.
Sementara itu, Yayan menjelaskan dirinya ikut menemani Saprodi menyerahkan uang Rp250 Juta kepada Budi Sutomo di rumah makan di Bandar Lampung.
“Kemudian saya hanya melaporkan ke Pak Herman HN, beliau bilang ya sudah, begitu saja,” katanya.
Sementara Mardiana mengaku dirinya diminta untuk menyumbang pembangunan Gedung Lampung Nahdliyin Center (LNC) oleh mantan Rektor Unila Karomani.
“Ya, saya pernah bertemu Karomani, sebenarnya ingin memberitahu bahwa saya memberikan sumbangan pembangunan institusi (SPI) sebesar Rp350 juta,” kata Mardiana.
Namun, lanjut dia, setelah bertemu dengan Karomani, dirinya diajak melihat gedung LNC sampai lantai tiga, dan diminta untuk menyumbang pembangunan gedung tersebut.
“Setelah diajak ke gedung LNC, Karomani bilang kalau bersedia nyumbang ini masih kosong bisa beli sendiri kok, sumbang lah ini, padahal saya ingin meminta keringanan pembayaran SPI untuk dibayar dua kali,” kata dia.
Dia pun mengakui perihal dapat bertemu Karomani dibantu oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Tamanuri, sebab saat itu sulit ingin bertemu dengan yang bersangkutan.
“Karena belum juga ada jawaban untuk bisa bertemu Karomani, akhirnya saya menghubungi Pak Tamanuri supaya bisa bertemu Rektor,” kata dia.
Mardiana juga membantah terkait adanya pemberian uang sebesar Rp100 juta kepada Budi Sutomo secara langsung.
“Tidak ada pemberian uang ke Budi Sutomo, pembayaran SPI langsung ke bank,” kata dia.
Mendengar jawaban tersebut, JPU KPK Agung Agung Satrio Wibowo, meminta izin kepada Majelis Hakim untuk memanggil kembali Mardiana sebagai saksi untuk dihadapkan dengan saksi Budi Sutomo.
“Karena terdapat perbedaan antara keterangan Budi Sutomo dan saksi Mardiana, kami memohon izin agar mereka dihadapkan berdua sebagai saksi,” kata dia.(*/IWA)