BANDARLAMPUNG – Dalam sejarah di Tanah Air, perang sarung atau tarung sarung hanya dikenal sebagai budaya Suku Bugis di Sulawesi Selatan yang berjuluk Sijagang Laleng Lipa (tarung sarung).
Namun, penyelesaian secara adat lewat Sijagang Laleng Lipa tersebut sudah hampir punah karena dianggap sudah ketinggalan zaman.
Ritual Sijagang Laleng Lipa dilakukan dengan menyatukan dua pria di dalam sebuah sarung. Kedua pria akan saling bertarung dan adu kekuatan hingga keduanya sama-sama mati atau sama-sama hidup.
Ritual ini adalah pilihan terakhir bila ada dua keluarga yang berseteru. Kalau ada keluarga yang harga dirinya diinjak, pertarungan ini akan dilangsungkan agar segala permasalahan segera diselesaikan dan perselisihan tidak terus terjadi.
Tarung sarung oleh masyarakat Bugis indentik dengan menegakkan harga diri yang terinjak. Tapi terlarang dilakukan sebelum dilakukan penyelesaian secara musyawarah oleh pemuka adat.
Sijagang Laleng Lipa adalah jalan terakhir setelah mufakat tidak datang. Setelah tarung, kedua belah pihak harus sama-sama lapang dada. Tidak ada dendam.
Model ritual Sijagang Laleng Lipa lebih jantan, tidak seperti perang sarung tawuran yang berisik dan menjengkelkan.(IWA)