Bandarlampung – Harga gula pasir mengalami kenaikan dalam beberapa pekan terakhir, hingga mencapai level tertinggi dalam sejarah. Yakni, Rp18 ribu per kilogram.
Harga Eceran Tertinggi (HET) meski sudah dilakukan penyesuaian pun, dari Rp14.500 per kilogram menjadi Rp16 ribu per kilogram, masih tak mampu membendung fluktuasi harga yang terjadi di pasaran.
Kepala Badan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi menilai, gejolak harga gula pasir terjadi lantaran realisasi impor ‘seret’. “Ini salah satu faktor penyebab harga gula pasir terus merangkak naik,” kata dia, Senin (4/12/2023).
Pernyataan Kepala Bapanas ini menunjukkan bila, untuk memenuhi kebutuhan gula nasional, pemerintah masih bergantung pada import. Sedangkan import terbesar gula pasir selama ini, berasal dari India.
Menyikapi ini, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan berpendapat, kenaikan harga gula di tanah air, terjadi lantaran harga gula di pasar global tinggi. “India menghentikan ekspornya selama masa pemilu di negara tersebut (Mei 2024),” kata Mendag, Senin (4/12/2023).
Pembatasan import dilakukan, karena India khawatir terjadi inflasi. Di sisi lain, kata Zulkifli Hasan, India menjadi salah satu mengimpor gula pasir terbesar di Indonesia. “Indonesia menjadi tujuan ekspor gula terbesar India, disusul Bangladesh, Malaysia, Sudan, Somalia dan Uni Emirat Arab,” katanya.
Zulkifli menyampaikan, impor gula Indonesia saat ini hanya bergantung pada Brazil. Hal ini menyebabkan biaya logistiknya menjadi mahal dan waktu distribusi lebih lama dibanding dengan India.
Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyebut bahwa realisasi impor gula konsumsi baru 26 persen dari total kuota tahun ini yang hampir 1 juta ton. Sementara data prognosa neraca pangan nasional per 20 Oktober 2023, realisasi impor gula konsumsi dari Januari-Agustus 2023 mencapai 290.801 ton.
“Kalau harga gula memang karena impor kan naik, bahkan di India itu dilarang (ekspor), gula dan beras dilarang. Ya itu akan berpengaruh, jadi kalau harga gula memang kita kan mendatangkan dari luar negeri,” kata Zulkifli.
Sebelumnya, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengungkapkan, kenaikan harga gula konsumsi disebabkan oleh importasi gula tahun ini seret. Padahal, kata Arief, biasanya kuota importasi gula menjadi rebutan di antara para importir, karena harga gula internasional lebih murah ketimbang gula produksi lokal.
“Kalau dulu importasi menjadi rebutan, sekarang kalau dikasih kuota impor pada gak mau karena ada harga acuan yang membatasi,” ungkap Arief.
Seretnya realisasi impor, kata dia, juga disebabkan karena para importir yang sudah mendapatkan kuota impor gula itu tidak merealisasikan sebagaimana yang seharusnya, dengan alasan harga gula internasional saat ini sedang tinggi.
“Begitu importasi ini harganya lebih tinggi, maka perusahaan-perusahaan yang mendapatkan kuota impor itu banyak yang tidak merealisasikan impornya,” jelasnya pula.
Seretnya realisasi impor, kata Arief, menjadi salah satu faktor penyebab harga gula terus merangkak naik belakangan ini. “Ya, apa lagi gak diimpor, kalau gak diimpor ya pasti lebih tinggi lagi harganya, iya dong. Kan supply and demand. Ya kira-kira (menyebabkan) harga naik gak. Naik kan,” tanyanya.(*)