Oleh: Ilham Djamhari
TRAGEDI Sabtu malam di stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang, menjadi sejarah kelam bagi dunia sepakbola. Tidak saja bagi Indonesia tetapi seluruh dunia ikut berduka. Betapa tidak 130 orang penonton tewas terinjak-injak dan 400 lebih luka-luka akibat rusuh massa pendukung Arema dengan aparat keamanan (Polri) dampak letusan gas air mata.
Pertandingan sepakbola kalender Divisi I PSSI antara Persebaya Surabaya melawan Arema FC berbuntut petaka yang sangat tragis sekali. Kasus ini sangat mengguncangkan dunia sepakbola, setelah kasus serupa di Stadion Lima Peru bulan Mei tahun 1964, pasca pertandingan Peru melawan Argentina. Dalam kasus ini 318 penonton tewas dan 500 luka-luka saat hendak keluar stadion akibat kerusuhan antar supporter dua negara di Amerika Latin ini.
Kemudian pada tahun 1971 di Glasgow Skotlandia antara Celtic dan Rangers, menimbulkan korban jiwa 66 tewas.
Pada Oktober 1982 di Russia (Uni Soviet) sebanyak 66 tewas pengumuman resmi rezim Uni Soviet, namun berdasarkan fakta 340 tewas. Pertandingan piala UEFA ini antara Spartak Moskow melawan HFC Harlem Belanda.
Bulan Mei 1985 di Inggris setidaknya 56 orang meninggal dan 200 orang lebih luka-luka saat kebakaran terjadi di tribun stadion Bradford. Mei 1985 di Belgia sebanyak 35 orang, yang sebagian besar orang Italia, tewas dalam kerusuhan pertandingan Piala Eropa Juventus melawan Liverpool di Heysel Brussels, Belgia.
Maret 1988 di Nepal, akibat Badai es terjadi saat 30 ribu orang menonton pertandingan Nepal melawan Bangladesh. Setidaknya ada 93 orang tewas dan 100 orang lainnya terluka saat penggemar berusaha melarikan diri dari hujan es.
April 1989 di Inggris Tragedi Hillsborough terjadi di semifinal Piala FA antara Liverpool dan Nottingham Forest pada Sabtu 15 April 1989.
Musibah yang fatal itu terjadi pada pertandingan yang diadakan di Stadion Hillsborough di Sheffield ketika kerumunan masa merangsek penggemar yang memadati penghalang di tribun yang dialokasikan untuk pendukung Liverpool.
Banyak korban yang tewas saat berdiri dan lapangan sepakbola seketika menjadi rumah sakit darurat. Dengan total 97 korban jiwa dan 766 cedera, tragedi Hillsborough menjadi kasus terburuk dalam sejarah olahraga Inggris. Sehingga Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher melarang turnamen sepakbola antar club selama lima tahun.
Januari 1991 di Afrika Selatan 42 orang tewas terinjak selama pertandingan pramusim di kota pertambangan Orkney antara Kaizer Chiefs dan Orlando Pirates. Insiden dipicu penggemar Pirates menyerang pendukung Chiefs di kerumunan dengan pisau. Mei 1992 di Perancis, sebelum pertandingan dimulai saat French Cup antara Bastia melawan Olympique Marseille di Corsia, tribun dari Stadion Furiani runtuh yang menewaskan 18 orang dan 2.400 korban luka.
Oktober 1996 Guatemala,sebanyak 80 orang meninggal dan lebih dari 100 orang luka luka dari longsoran suporter yang jatuh dari kursi dan tangga pada pertandingan kualifikasi Piala Dunia antara Guatemala dan Kosta Rika. Tiket palsu dilaporkan menarik lebih banyak orang ke stadion dari kapasitas yang bisa ditampung.
April 2001 di Afrika Selatan, sedikitnya ada 43 orang tewas terlindas ketika penonton sepak bola mencoba memaksa masuk ke stadion besar Ellis Park di Johannesburg pada pertandingan liga papan atas Afrika Selatan. Mei 2001 di Ghana, di akhir pertandingan antara Hearts of Oak dan Asante Kotoko, polisi menembakkan gas air mata ke arah suporter yang mengobrak-abrik kursi. Puluhan ribu orang bergegas keluar dan 126 orang tewas dalam kekacauan ini. Hal itu menjadi salah satu bencana sepak bola terburuk di Afrika dan dunia.
Maret 2009 di Pantai Gading, sedikitnya 19 orang tewas dalam penyerbuan di stadion Felix Houphouet-Boigny Abidjan sebelum pertandingan kualifikasi Piala Dunia melawan Malawi. Pada Februari 2012 di Mesir, kerusuhan suporter di akhir pertandingan di kota Port Said ketika tim lokal al-Masry mengalahkan Al Ahli, salah satu klub tersukses Mesir, 3-1. Sedikitnya 73 orang tewas dan ratusan lainnya terluka dalam kejadian tersebut.
Berkaca dari kasus Stadion Kanjuruhan Malang Sabtu malam kemarin, saya tidak membahas dan memvonis siapa yang salah dari kasus kejadian ini. Karena masalah itu masih dalam penyelidikan “Tim Independen ” yang dibentuk Pemerintah dan PSSI. Anggap saja sebagai musibah, Takdir dan pelajaran bagi PSSI untuk masa mendatang agar saat menggelar kompetisi besar Liga atau Piala apapun, harus mengutamakan segi keamanan (Security Act) sebagai basis prasyarat sebelum pertandingan dimulai.
Namun, dalam kasus Kanjuruhan siapapun pasti merasakan kepedihan mendalam akibat kehilangan orang-orang, saudara, anak,istri, suami, sahabat yang sangat dicintainya yang gugur dalam musibah tersebut. Korban jiwa 130 orang data versi Polri dan Dinas Kesehatan Kabupaten Malang merupakan jumlah yang sangat besar bagi suatu korban turnamen olahraga yang paling populer di Indonesia dan dunia ini.
Yang menjadi catatan kita adalah sikap fanatisme penonton, pendukung tim sepakbola kesayangannya yang “Over Dosis” terlampau berlebihan seperti “Candu”, yang masuk otak “Kognitif” manusia, ibarat lupa daratan karena pengaruh kumpulan “Massa” berkelompok. Apalagi disertai Demagogi seperti nyanyian penyemangat tim, seperti yang dinyanyikan pendukung Arema FC, salah satu baitnya berbunyi ” Tinggalkan Ras Tinggalkan Suku, satu tekad dukung Arema, dibawah bendera Singo Edan. Ayo Maju ayo maju Arema, Jangan Kembali Pulang, sebelum Arema Menang. Walau harus mati di tengah lapang.
Bait itu sangat mengerikan dan membuat bulu kuduk berdiri, sehingga terjadilah peristiwa yang memakan korban sangat banyak. Lagu Mars itu seperti nyanyian tentara yang berangkat ke medan perang, “Lebih baik pulang nama, daripada gagal tugas”.
Dalam ilmu psikologi sosial yang dikemukakan Sigmund Freud, bahwa suara nyanyian, mars, hymne, demagogi, orasi, agitasi, propaganda dan lain-lain sangat efektif sekali dalam menggelorakan semangat massa untuk bertindak membabi buta. Termasuk menyerang aparat dalam kasus demo unjukrasa. Bahkan suara nyanyian dan mars itu membuat manusia tidak bisa berfikir rasional dan obyektif. Dia terdorong semangat rasa setia kawan, dan muncul keberanian walau harus dihadang peluru petugas sekalipun, sehingga bertindak berani mati.
Karena didalam teori Sigmund Freud yang membahas “Massa” berdampak pada “Escape” (Pelarian sikap yang merusak), CROWD (kerusuhan dampak pertandingan bola), sehingga timbul kerusuhan yang menghancurkan mobil polisi, pertokoan dan fasilitas umum lainnya. Lalu muncul istilah “Holiganisme (Holigansm) yakni rombongan massa yang bersikap agresif dan menyerang siapa saja yang ditemuinya.
Kasus pendukung fanatik tim-tim sepak bola di Inggris seperti Manchester United, Manchester City, Liverpool, Arsenal dll memiliki pendukung yang ultra fanatik dan berani melawan aparat saat tim kesayangannya kalah. Begitu juga tim sepakbola Liga Belanda seperti Ayax Amesterdam, Feyenoord Rotterdam, dan tim-tim Liga Italia Sampdorian, Ac Milan dan lain-lain memiliki massa pendukung fanatik sekali.
Di Indonesia banyak sekali tim-tim sepakbola memiliki pendukung fanatik over dosis. Seperti Persebaya Surabaya, Arema Malang, Persija Jakarta, Persib Bandung, Persis Solo, PSIS Semarang, PSMS Medan, dan PSM Makassar. Massa pendukungnya sering berbuat holigan dan kerusuhan yang merusak fasilitas umum. Bahkan pendukung Persebaya dengan “BONEK” (Bondo Nekad), tidak bermodal dan ongkos, namun nekad pergi nonton bola antar kota meskipun dengan memaksa naik KA tanpa karcis, sehingga merusak sepanjang stasiun yang dilaluinya saat KA berjalan, termasuk menjarah dagangan dan warung-warung milik masyarakat.
Saya berharap Pemerintah dan PSSI segera melakukan pembenahan segala bidang dalam dunia persepakbolaan Indonesia terutama perlindungan penonton dan keamanan peertandingan , agar kasus Stadion Kanjuruhan Malang tidak terulang kembali di masa yang akan datang. Termasuk penggunaaa gas airmata yang dilarang FIFA agar dipatuhi pihak aparat keamanan.
Larangan FIFA dalam penggunaan gas airmata seperti tercantum dalam Pasal 19 Nomer B rentang “Pitschside Stewards yang berbunyi “No fi rearms or Crowd control Gas shall be cerried or used” (Tidak boleh membawa atau menggunakan senjata api atau gas pengendali massa).
Menurut Nugroho Setiawan Security Officer AFC (Asian Foodball Federationa) dan FIFA menyatakan, Pemerintah dan PSSI dan semua stakeholder duduk bersama-sama menyusun sebuah undang-undang tentang supporter, bagaimana kenyamanan dan keselamatannya dipatuhi semua pihak. Bagi saya penghentian turnamen bisa saja, tapi harus diisi dengan hal-hal yang bermakna, katanya.
Menurut dia, harus diselidiki secara independen. Kita mendengar pernyataan PSSI kemarin, yang mau memimpin investigasi tragedi ini. Siapa sih sebenarnya yang harus menyelidiki? Tentu saja badan independen ya. Bisa saja minta bantuan dari induk organisasi kita, kan ada AFC dan FIFA yang punya komite disiplin dan bisa juga membuat komite darurat karena ini sangat fatal. Bagi saya satu orang korban tewas saja sudah luar biasa apalagi ini sampai 100 orang lebih. Jadi harus badan yang lebih tinggi atau independen, katanya.
Saya mengucapkan ikut berduka cita atas tragedi stadion Kanjuruhan Malang Jatim, I Miss You, Save PSSI, God bless you.
Redaktur Senior Haluan Lampung