Bandarlampung – Rektor Universitas Bandar Lampung (UBL) Prof. Yusuf Barusman menanggapi keluarnya Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI nomor 53 tahun 2023 tentang penjaminan mutu pendidikan tinggi yang salah satu isinya tidak lagi mewajibkan skripsi sebagai syarat kelulusan mahasiswa S1.
Hal ini diungkapkan Prof. Yusuf Barusman saat menggelar dialog bersama rekan-rekan media, di Ruang Rapat Universitas Bandar Lampung, Jum’at (8/9/2023).
Menurutnya, dengan adanya skripsi sebagai tugas akhir ini membuat kualitas sarjana tidak seperti yang diharapkan, produktifitas dan daya analisis mahasiswa jadi menurun.
“Ketika ditanya apakah setuju skripsi ini tidak diwajibkan, saya sangat setuju, karena inilah yang membuat kualitas sarjana kita tidak seperti yang kita harapkan, Produktifitasnya rendah, daya analisis terhadap situasi juga kurang, kemudian daya kritis mahasiswa juga kurang. Tapi tetap yang namanya program sarjana apalagi pasca sarjana harus ada tugas akhir,” ujarnya.
“Kita sekarang sedang melakukan review kurikulum yang memang disitu penekanannya pada peningkatan kemampuan riset mahasiswa, kemudian kita juga menerapkan back to basic yaitu kemampuan basic sains nya untuk program ekstrakta dan juga basic knowledge nya untuk program non esktrakta. Justru akan kita kurangi porsi-porsi mata kuliah yang terapan. Dari sisi kurikulum kita akan fokus pada kapasitas dan kapabilitas riset dan penelitian serta penguatan pada filosofi terkait dengan pengetahuan masing-masing program studi, sehingga pondasinya kuat, ketika mereka lulus, mereka lebih adaptif terhadap dinamika yang terjadi di lapangan,” jelas Prof. Yusuf Barusman.
Lebih lanjut, Prof. Yusuf Barusman juga menjelaskan saat ini Universitas Bandar Lampung telah melakukan review kurikulum yang menitik tekankan pada kemampuan kapasitas dan kapabilitas riset.
“Dari awal semester kita sudah bentuk tes post untuk melakukan review kurikulum, dalam review kurikulum itu yang dibahas salah satunya adalah tugas akhir, insyallah dalam semester ini sudah selesai, dan kita segera implementasikan paling lambat semester depan, kita akan akomodir variasi dari tugas akhir tadi,”
“Sebelum peraturan menteri ini terbit pun kita sudah menerapkan kontekstual learning yaitu pembelajaran kontekstual yang terdiri dari empat pola yaitu, left desk learning dengan memberikan pembelajaran di laboratorium atau pusat-pusat studi, kemudian work desk learning yakni melakukan kegiatan pemagangan, kemudian service desk learning yakni pembelajaran dengan menggunakan metode pengabdian ke masyarakat, dan yang terakhir adalah riset desk learning, kalaupun ini yang dipakai sebagai tugas akhir kita akan akomodir ,” paparnya.
Pada sesi dialog ini, Prof. Yusuf Barusman juga menyetujui keputusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan kampanye dilingkungan kampus, menurutnya mahasiswa harus mempunyai ruang untuk meningkatkan inklusifitas politik.
“Mahasiswa ini juga harus menjadi agen perubahan yang nantinya mereka mempunyai daya kritis terhadap dinamika politik, yang paling penting misinya adalah meningkatkan inklusifitas politik,” tuturnya. (ALB)