PRINGSEWU – Beginilah jadinya bila pengerjaan proyek tidak melibatkan masyarakat setempat, seperti yang dilakukan CV Sopo Neduh Construction yang tengah mengerjakan proyek normalisasi Sungai Tambak Rejo, Pringsewu.
Alih-alih membuat warga senang, proyek itu malah dituding warga Pekon Tambak Rejo sebagai proyek ‘sa ago-ago’ alias dibangun secara sembrono tanpa berkoordinasi dengan warga dan pemerintahan pekon setempat.
“Kami ini dianggap apa. Itukan proyek untuk kami supaya air sungai tidak meluap. Tanya ke kami dong. Kalau dibangun semau seperti itu ya pasti sia-sia. Percuma!” ujar seorang warga.
Kepala Pekon Tambak Rejo, Supriyadi saat dikonfirmasi juga mengaku kesal karena pihak desa tidak dilibatkan.
Supriyadi kesal lantaran banyak warga, terutama yang tinggal di sekitar sungai, memprotes penampakan talud yang terkesan dibangun asal-asalan.
“Proyek itu belum selesai, tapi warga sudah ramai yang memprotes. Beginilah jadinya kalau tidak koordinasi,” kata Supriyadi.
Supriyadi mengaku, sejak awal pihaknya memang tidak diajak berkoordinasi oleh CV Sopo Neduh.
Dia menjelaskan, sebelumnya pihak BPBD Provinsi Lampung pernah mempertemukan pihak desa dengan pihak rekanan. Namun, dalam pelaksanaannya CV Sopo Neduh tidak pernah koordinasi.
“Datang ke kantor saja tidak pernah,” kata Supriyadi,” Kamis (17/11/2022) lalu.
Agar persoalan ini tidak menjadi masalah dikemudian hari, Supriyadi berinisiatif akan berkoordinasi dengan pejabat BPBD Provinsi Lampung. Ia akan berusaha membujuk pejabat berwenang di BPBD untuk bersama-sama melihat kondisi pembangunan talud tersebut.
“Kami berharap dari pemantauan bersama ada solusi terbaik. Yang jelas, kalau dibangun seperti itu pasti kami tolak. Kami mau dievaluasi agar proyek itu bermanfaat untuk kami,” ungkap Supriyadi.
Diketahui, proyek normalisasi Way Tambak Rejo berlokasi di Kecamatan Gading, Kabupaten Pringsewu.
Proyek bersumber dari APBD Lampung (BPBD) tahun 2022 itu bernilai signifikan mencapai Rp889.858.000.
Tapi nyatanya, dana proyek sebesar itu tidak membuat warga lega. Warga tetap saja mencemaskan talud yang tengan dibangun tidak mampu mencegah luapan air sungai.
Pasalnya, warga melihat dengan kepala sendiri pembangunan Talud Penahan Tanah (TPT) menggunakan material tidak berkualitas. Warga juga memprotes ketinggian (TPT) ‘cetek’ alias tidak maksimal.
Tono, warga Dusun 4 RT 7 Pekon Tambak Rejo yang tinggal tepat di bibir sungai mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap pelaksanaan proyek normalisasi sungai itu.
“Ketinggian TPT pada bibir sungai tidak maksimal, tidak merata, talud dibangun sepotong-sepotong,” ungkapnya, saat di temui tim Haluan Lampung Group, Kamis (10/11/2022) lalu.
“Kami warga yang tinggal di sekitar sungai minta dinas terkait (BPBD) memerintahkan pemborong meninggikan talud. Kalau cuma segitu percuma, proyek selesai kami tetap kebanjiran,” tegasnya.
Sementara Robi yang mengaku sebagai pengawas logistik di lokasi pengerjaan Proyek Normalisasi Sungai Way Tambakrejo mengatakan kepada awak media ini, bahwa dirinya hanya bertugas sebagai logistik saja.
Terkait teknis pelaksanaan kegiatan, ia mengaku tidak mengetahui.
“Saya hanya pengawasan logistik saja. Kalau soal spek atau pun RAB saya tidak tahu, apalagi gambar perencanaan itukan ada konsultannya. Kalau ketinggiannya sudah dua meter, tapi kedalaman saya tidak tahu bang,” jelasnya.
Saat disinggung terkait kualitas dan penggunaan material jenis batu, Robi mengatakan mengunakan batu napal (batu putih), tapi sebagian kecil saja.
“Pakai batu napal juga, tapi tidak banyak,” akunya.(TIM/HL)