Triga Rakyat Guncang Jakarta: Sengkarut Lahan SGC Jadi Pertaruhan Negara

Jakarta – Suara ratusan massa aksi Triga Rakyat Lampung memecah udara panas ibu kota, Senin (25/8/2025). Mereka datang dari berbagai elemen—DPP Akar Lampung, DPP Pematank, hingga DPP Keramat—untuk satu tuntutan yang sama: negara harus menegakkan keadilan agraria dengan mengukur ulang seluruh lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT Sugar Group Companies (SGC) di Lampung.

Teriakan orasi yang menggema di depan kantor Kementerian ATR/BPN bukan sekadar keluhan teknis, melainkan ungkapan kekecewaan panjang. Bagi mereka, keputusan RDP/RDPU DPR RI pada 19 Juli 2025 jelas, yakni memerintahkan ukur ulang. Namun, hingga kini, kementerian dianggap berlarut-larut, bahkan seolah melindungi kepentingan korporasi.

“Putusan DPR itu bukan kertas kosong, itu amanah rakyat,” seru Ketua DPP Akar Lampung, Indra Musta’in. Ia menegaskan bahwa alasan teknis dan anggaran yang terus digaungkan hanya menunjukkan sikap pemerintah yang mengkhianati rakyat.

Nada tegas juga datang dari Ketua DPP Pematank, Suadi Romli, yang langsung menyoroti kinerja Menteri ATR/BPN Nusron Wahid. “Kalau Menteri tidak mampu jalankan amanah ini, lebih baik mundur. Jabatan itu bukan hadiah untuk duduk manis. Kami beri ultimatum, jika tidak ada sikap tegas, kami akan aksi setiap hari di ATR/BPN dan Istana Negara,” ujarnya lantang.

Baca Juga  HUT ke-18, Pesawaran Dapat Kado Penghargaan KLA Kategori Nindya

Namun, harapan massa untuk mendapat jawaban pasti pupus ketika perwakilan ATR/BPN, Subag Bidang HGU Abdurrahman, hanya menjelaskan bahwa verifikasi dan identifikasi sudah dilakukan, sementara perintah ukur ulang belum turun. Permintaan aktivis untuk membuka dokumen inventarisasi pun ditolak. “Seolah dokumen itu seperti kitab suci yang disembunyikan, tidak boleh diakses rakyat,” keluh Indra.

Kekecewaan kian dalam ketika Ketua DPP Keramat Lampung, Sudirman Dewa, menilai jawaban ATR/BPN justru menegaskan negara membiarkan perusahaan besar menguasai lahan negara. “Kalau ini dibiarkan, jelas negara ikut serta membiarkan perusahaan merugikan rakyat,” tegasnya.

Tak berhenti di situ, massa Triga bergerak ke Kejaksaan Agung RI. Di sana, isu yang diangkat lebih tajam: dugaan praktik suap Rp70 miliar yang melibatkan petinggi SGC dan oknum jaksa Mahkamah Agung, Zarof Ricar, serta indikasi pengemplangan pajak hingga Rp20 triliun. Massa juga menuding adanya manipulasi data luas lahan dan praktik perampasan tanah di sejumlah kecamatan di Lampung.

Baca Juga  Apa Kabar Kelebihan Bayar Dinas PUPR Tanggamus?

“Negara kehilangan triliunan, rakyat kehilangan tanahnya, tapi negara justru diam. Ini bukan sekadar kelalaian, ini sudah kejahatan sistematis,” teriak orator Novianto dalam kepulan asap spanduk yang dibakar.

Aksi di Jakarta hanyalah awal. Triga menegaskan akan melanjutkan gelombang perlawanan ke Lampung, menuntut pengukuran ulang segera, transparan, dan diawasi rakyat. Pertanyaan yang mereka ajukan sederhana namun tajam: apakah Menteri ATR/BPN Nusron Wahid berpihak ke rakyat atau ke korporasi, dan apakah Presiden Prabowo berani menegakkan kedaulatan agraria atau tunduk pada kepentingan oligarki?

Bagi para aktivis, sengkarut lahan SGC bukan sekadar konflik tanah lokal. Ia adalah pertaruhan besar: keberpihakan negara, apakah masih pada rakyat atau sudah sepenuhnya dikuasai korporasi.

Pos terkait