Bandarlampung – Masyarakat di sekitar perumahan Bilabong Langkapura, Bandarlampung resah dengan kehadiran debt kolektor yang mengklaim berasal dari Bank BTPN Syariah.
Aksi meresahkan ini tidak hanya menyentuh debitur yang menjadi sasaran, tetapi juga mengganggu kenyamanan warga sekitar.
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kekhawatiran tersebut.
“Kasian tetangga kami, setiap bulan didatangi oleh para penagih yang mengaku berasal dari Bank BTPN Syariah. Mereka datang berbondong-bondong hingga larut malam,” kata dia, Rabu (27/3/2024).
Sementara, menurut beberapa warga di komplek Bilabong, debitur yang menjadi target sering kali merasa resah dan depresi saat petugas penagih berkerumun di sekitar rumah mereka.
Kadang-kadang dengan jumlah lebih dari 7 hingga 8 orang, bahkan menjelang larut malam.
Mereka mengklaim bahwa keterlambatan pembayaran hanya berkisar sekitar dua minggu dan bukan karena kelalaian.
Tindakan ini menimbulkan kejengkelan di kalangan warga.
Suami seorang debitur, inisial DR, akhirnya mengambil langkah untuk mencari pendampingan hukum dari Barisan Anak Lampung Analitik Keadilan (BALAK) di Segalamider.
Saat berdiskusi dengan BALAK, DR menjelaskan bahwa baik dirinya maupun keluarganya telah mengalami tekanan mental yang disebabkan oleh
tindakan petugas penagih dari Bank BTPN Syariah.
“Setiap bulan, lebih dari lima petugas penagih datang, kebanyakan dari mereka perempuan. Mereka menunggu hingga larut malam, bahkan menghubungi kami melalui telepon dan pesan dengan bahasa kasar,” ujarnya.
DR juga menegaskan bahwa dirinya sering kali meminta maaf kepada tetangga atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh kehadiran petugas penagih tersebut.
“Kami mengalami trauma dengan pola penagihan yang meresahkan ini. Kami hanya mengalami keterlambatan pembayaran beberapa minggu, bukan menunggak bulanan,” tambahnya.
“Keterlambatan pembayaran bulan ini disebabkan oleh keterlambatan pembayaran gaji pokok, uang lembur, dan THR.
“Saya telah menjelaskan hal ini kepada mereka, tetapi tampaknya mereka tidak peduli.
“Oleh karena itu, saya memutuskan untuk mencari pendampingan hukum dari BALAK,” ungkap DR yang bekerja sebagai karyawan swasta.
Perlu diketahui bahwa pola penagihan yang meresahkan ini tidak didasari oleh surat teguran atau peringatan resmi dari pihak bank.
Masyarakat berharap agar pihak terkait dapat menangani masalah ini dengan bijaksana demi menjaga kenyamanan dan ketertiban di lingkungan sekitar.(*)





