Api Literasi Nyalakan Perlawanan di Tengah Generasi yang Lelah Berpikir

BANDAR LAMPUNG — Di tengah generasi yang kian sibuk menggulir layar namun jarang membuka buku, gerakan Api Literasi hadir menyalakan kembali bara kesadaran berpikir kritis di kalangan mahasiswa. Kegiatan perdana yang diinisiasi oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK) UIN Raden Intan Lampung ini digelar di Room J Coffee, Griya Sukarame, Bandar Lampung, Minggu (26/10/2025).

Di tengah era Gen Z yang akrab dengan kecepatan, algoritma, dan konten serba instan, Api Literasi menjadi ruang tanding bagi mahasiswa untuk kembali pada nilai-nilai budaya mahasiswa membaca, menulis, dan berdialog. Sebuah langkah kecil di tengah krisis besar yang melanda dunia pendidikan dan kesadaran publik.

Baca Juga  Soal Izin Perumahan The Rose Mansion, Plh Kadis DLH Balam Sebut Tak Ada Izin AMDAL, UKL/UPL

“Banyak mahasiswa kini menjadi korban distraksi. Kita lebih banyak menatap layar ketimbang menatap persoalan bangsa. Literasi bukan sekadar kegiatan membaca, tapi kemampuan memahami realitas,” ujar Muhammad Iman Ibrohim, Gubernur FDIK, dalam sambutannya.

Menurutnya, krisis literasi hari ini tak lagi sekadar tentang rendahnya minat baca, tetapi tentang terputusnya hubungan antara ilmu dan kesadaran sosial. Informasi berlimpah, tapi pemahaman dangkal. Banyak yang tahu segalanya, tapi tak mengerti apa-apa.

Acara berlangsung penuh semangat meskipun sederhana. Para peserta membaca buku bersama, bertukar pandangan, dan mengaitkan isi bacaan dengan realitas sosial yang sedang mereka hadapi. “Saya merasa kegiatan ini seperti ruang jeda di tengah kebisingan media sosial,” kata Fadhil Ghatfan, peserta kegiatan.

Baca Juga  Granat Lampung Minta Terapkan Hukuman Mati ke Bandar dan Sindikat Narkoba

Gerakan Api Literasi lahir dari kegelisahan kolektif, generasi yang tumbuh dalam dunia digital, tapi perlahan kehilangan kemampuan reflektif. Di tengah budaya viral yang menuhankan citra, mereka berupaya memulihkan makna berpikir.

“Gerakan ini adalah bentuk perlawanan terhadap budaya instan dan ketergantungan pada algoritma. Membaca bukan untuk tren, menulis bukan untuk validasi, tapi untuk menyalakan nalar dan menumbuhkan kepedulian,” pungkas Iman.

Bagi para penggagasnya, Api Literasi bukan sekadar kegiatan kampus, tapi ikhtiar kecil untuk melawan kelelahan intelektual di tengah generasi yang kerap cepat bereaksi namun enggan merenung. (Medgiprof FDIk)

Pos terkait