Ini hal sepele yang terjadi di tengah masyarakat. Disaat kemarau melanda sebagian besar wilayah Lampung, namun bantuan air bersih yang dipasok PDAM untuk warga, justeru dikenai tarif. Per jamnya dipatok Rp10 ribu. Ajian ‘aji mumpung’?
Kalianda – Adalah Dusun Suka Banjar, di Desa Tarahan, Kecamatan Katibung, Kabupaten Lampung Selatan. Sebanyak 45 kepala keluarga (KK) di dusun tersebut, sejatinya memperoleh bantuan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Lampung Selatan.
Namun, bantuan tersebut ternyata tidaklah gratis. Warga Dusun Suka Banjar ‘wajib’ membeli air berseih tersebut. Kebijakan wajib ini diberlakukan oleh oknum tertentu. Utamanya, bagi 45 rumah (kepala keluarga) yang menggunakan air untuk berbagai kebutuhan sehari-hari.
Warga tak berani menyebut oknum tersebut. Namun, warga mengenalnya sebagai mantan Kepala Desa (Kades). “Dia (oknum) menjabat sebagai kades kami sudah tiga tahun lamanya. Kemudian, ikut mencalonkan lagi namun kalah,” kata salah seorang warga Dusun Suka Banjar, baru-baru ini.
Selama pencalonan kali keduanya, kata warga tadi, oknum tersebut sempat mengutarakan janji ‘politiknya’. Dalam janjinya itu, si oknum mengatakan akan memberikan bantuan air bersih untuk warga. Nah, atas janji itu pula si oknum meminta warga yang memiliki tanah, bersedia mewakafkan tanahnya untuk penempatan toren (bak penampungan air bersih ) skala besar.
Janji politik pun bak gayung bersambut. Ada salah seorang warga yang bersedia menyerahkan bidang tanahnya untuk lokasi bak penampungan air. Belakangan, setelah prosesi pemilihan kepala desa, oknum ini tidak terpilih. Jabatan kades berpindah ke pihak lain.
“Nah, mungkin disinilah persoalannya muncul. Padagal, awal-awal warga mengambil air di situ, tidak ada yang ditarik bayaran,” ungkap warga tersebut.
Namun, seiring gagalnya pencalonan oknum, si pemilik tanah justeru yang mematok harga air. Per jamnya Rp10 ribu. Dia mengistilahkan dengan ‘iuran’ . “Sudah enam tahun ini kami bayar iuran air ini,” tuturnya.
Sejumlah warga yang ditanyai wartawan, mengaku keberatan dengan pemberlakukan dana iuran tersebut. Namun, mereka tidak bisa menolaknya, terlebih saat ini kondisi kemarau panjang yanh tidak memungkinkan bagi warga sekitar untuk tidak membeli.
“Ya. Yang punya tanah yang memngatakan kepada kami (warga), per jam dikenaui biaya per orang. Alasannya, uang iuran itu nantinya dikumpulin untuk kas desa, digunakan untuk perbaikan mesin air kalau rusak, serta membeli token listrik,” katanya.
Alasan lain yang dijadikan parameter si pemilik tanah, adalah Desa Karang Kumbang. “Di desa itu juga dikenakan tarif air, pewr kubiknya Rp30 ribu,” kata warga tersebut, mengutip pernyataan pemilik tanah. Jika di Dusun Suka Banjar dikenakan biaya Rp10 ribu, dia menilai jumlah tersebut adalah wajar adanya.
Hingga berita ini dirilis, waerawan Haluan Lampung belum berhasil mengonfirmasi Kepala PDAM Lampung Selatan. Akan halnya pemilik tanah wakaf, serta mantan kades yang disebut-sebut warga dusun sebagai pihak yang menetapkan ongkos atau biaya operasional bantuan air bersih.(*)