BANDAR LAMPUNG – Setelah bergulir beberapa waktu lalu hingga sampai pada agenda persidangan yakni pembacaan gugatan, gugatan Triguntoro (Karyawan PTPN VII) terhadap Direksi PTPN VII yang terregistrasi di Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas I A dalam perkara Nomor: 187/Pdt.G/2022/PN.Tjk melalui surat kuasa kukumnya tanggal 29 September 2022 resmi dicabut.
“Atas permintaan klien, gugatan terhadap direksi PTPN VII tersebut memang kami cabut untuk disempurnakan,” terang Gindha Ansori Wayka, Kamis (1/12/2022).
Menurut Direktur Kantor Hukum Gindha Ansori Wayka-Thamaroni Usman (Law Firm GAW-TU) dan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Cinta Kasih (LBH-CIKA), pencabutan ini karena alasan substansial.
“Ada alasan substansial yang harus diperbaiki dalam gugatannya, yang menurut hemat kami perlu diperbaiki secara sempurna mulai dari surat kuasa, termasuk Posita (fundamentum petendi) dan Petitum (tuntutannya) dalam gugatan, karena tidak memungkinkan hanya direnvoi saja,” ujar dia.
Ditambahkan oleh Gindha, pencabutan gugatan itu merupakan hak dari penggugat dan diperkenankan dalam hukum, sehingga tidak mesti jadi penyesalan karena gugatan dicabut sebagaimana yang disampaikan oleh pengacara Direksi PTPN VII melalui siaran persnya dan dimuat di dalam beberapa media.
“Pengacara dan siapapun harus tahu bahwa sebelum putusan dibacakan, penggugat masih punya hak untuk menarik gugatannya (mencabut), sehingga tak mesti ada kata-kata penyesalan dari pengacara atau kuasa hukum tergugat, karena gugatannya kami cabut,” ungkap dia.
Lebih lanjut Gindha Ansori Wayka, yang didampingi Tim Hukum Triguntoro lainnya yakni Iskandar, Ari Fitrah Anugrah, Ramadhani dan Ronaldo, menjelaskan bahwa sesungguhnya gugatan terhadap Direksi PTPN VII sudah dilayangkan kembali.
“Sudah kami layangkan kembali gugatan terhadap Direksi PTPN VII melalui e-court, saat ini kami hanya menunggu proses verifikasi dari Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas IA,” kata dia.
Ditanya waktu melayangkan gugatan, Gindha menjelaskan bahwa pada hari yang sama dengan pembacaan penetapan pencabutan perkara sebelumnya di Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas IA.
“Pada tanggal 29 November 2022 dengan Nomor Register Pendaftaran PN TJK-112022CLN, pada hari yang sama dengan penetapan pencabutan perkara sebelumnya oleh majelis hakim, kami sudah layangkan gugatan baru terhadap Direksi PTPN VII melalui E-Court,” papar dia.
Terkait substansi isi gugatan yang dirubah, Gindha menjelaskan bahwa Direksi PTPN VII menerapkan sanksi terhadap penggugat melebihi ketentuan sanksi yang ada dalam SK Direksi Nomor: SDM/KPTS/270/2018 tanggal 13 Juli 2018 tentang sanksi pelanggaran disiplin tata tertib dan disiplin karyawan PTPN VII yang menyebutkan bahwa untuk peringatan ketiga sanksi yang diberikan yakni hanya lemotongan gaji 50 % selama 6 bulan, penundaan kenaikan pangkat berkala/ golongan selama satu tahun penilaian, penurunan golongan satu tingkat dari golongan saat mendapat peringatan dan penurunan dan/pencabutan jabatan.
Namun anehnya menurut Gindha, terbitnya Surat Direksi Nomor: SDM/I/RHS/014/2021 tanggal 07 Januari 2021, perihal peringatan ketiga terhadap kliennya selaku penggugat diberikan sanksi berupa penurunan jabatan satu tingkat dari jabatan saat ini dan Pemberian sanksi finansial sebesar Rp3.185.988.275.
“Sanksi yang dijatuhkan terhadap penggugat tidak sesuai dengan SK Direksi dan melebihi apa yang sudah diatur, karena gaji/tunjangan penggugat dipotong melebihi 6 bulan dan diwajibkan membayar sanksi financial,” tegas dia.
Sementara, dasar penjatuhan sanksi finansial tidak dimuat dalam pertimbangan hukum proses penerbitan surat peringatan ketiga tersebut.
“Dalam hal ini Direksi PTPN VII kami anggap telah melakukan perbuatan melawan hukum,” jelas dia.
Sebelumnya, Direksi PTPN VII digugat oleh karyawannya yang bernama Tri Guntoro karena dianggap telah merugikan keuangan PTPN VII sebesar Rp. 3.185.988.275.
Padahal kejadian yang merugikan PTPN VII tersebut terjadi pasca dipindahnya Tri Guntoro (setelah bulan Februari 2020) ke unit lain berdasarkan surat keputusan direksi. Sehingga tidak benar dalam hukum membebankan sesuatu apalagi menerapkan sanksi terhadap karyawan atau siapapun yang tidak dilakukan langsung oleh yang bersangkutan.
Gindha menambahkan bahwa kliennya dalam hal ini penggugat dan timnya sejak bertugas di Unit Tulung Buyut tahun 2015 hingga Februari 2020 (sebelum di mutasi) telah mampu meraup Rp85 miliar keuntungan untuk PTPN VII dan membantu beberapa persoalan underweight di PTPN VII.
“Giliran untung diam dan giliran rugi mencari kambing hitam, ini jelas masuk dalam perbuatan melawan hukum,” urai dia.(*)