Advokat Anton Heri Tersangka: Konflik Agraria Berujung Kriminalisasi?

Advokat Anton Heri Tersangka: Konflik Agraria Berujung Kriminalisasi?
Koalisi masyarakat sipil bersama tim advokat dari Tim Advokasi Anti Kriminalisasi mendampingi Advokat Anton Heri. Foto Istimewa

Bandarlampung – Koalisi masyarakat sipil bersama tim advokat dari Tim Advokasi Anti Kriminalisasi mendampingi Advokat Anton Heri dalam proses pemeriksaannya sebagai tersangka, atas laporan yang diajukan oleh PT Adi Karya Gumilang (AKG). 

Anton Heri ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan laporan dengan nomor LP/B/202/V/2023/SPKT/POLDA LAMPUNG, yang terdaftar pada 19 Mei 2023 di Polda Lampung. 

Bacaan Lainnya

Kasus ini berkaitan dengan dugaan tindak pidana di bidang perkebunan, diatur dalam pasal 107 huruf A Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan yang telah diubah oleh UU Nomor 6 Tahun 2023.

Latar belakang penetapan status tersangka terhadap Anton Heri, yang merupakan Pengacara Publik, berkaitan dengan konflik agraria antara masyarakat Kampung Kota Bumi, Sungsang, dan Penengahan di Kecamatan Negeri Agung, Way Kanan, dengan PT AKG. 

Advokat Anton Heri terlibat sebagai pembela hak masyarakat tiga desa tersebut. 

Penetapan status tersangka ini dipandang oleh banyak pihak sebagai serangan terhadap pembela hak asasi manusia (HAM) dan upaya intimidasi agar berhenti menyuarakan kritik demi kepentingan publik.

Anton Heri sendiri menyoroti praktik yang ia sebut sebagai “judicial harassment”, atau penuntutan dengan niat jahat yang bertujuan untuk menyerang aktivis atau pembela HAM. 

Baca Juga  Curi Sepeda Motor, 2 Orang Remaja Diamankan Polres Lampung Timur

Hingga ada diskriminasi dalam perlakuan terhadap advokat yang sedang menjalankan tugasnya dalam mendampingi masyarakat. 

Menanggapi situasi ini, Resmen Kadafi, perwakilan advokat Lampung, mengecam keputusan Polda Lampung yang menetapkan Anton Heri sebagai tersangka.

Dia menilai sebagai tindakan yang tidak tepat mengingat Anton sedang menjalankan tugasnya dalam mendampingi masyarakat di tiga desa yang bersengketa dengan PT AKG.

“Anton Heri berada dalam kapasitasnya sebagai pembela hak masyarakat, dan penetapan status tersangka oleh Polda Lampung ini sangat disayangkan,” ungkap Resmen Kadafi, Senin (15/1/2024). 

Ia juga menambahkan bahwa tuduhan terhadap Anton Heri tentang menduduki dan mencoba menguasai lahan dinilainya tidak tepat, mengingat konteks kepemilikan lahan tersebut masih ambigu.

Sementara itu, Direktur LBH Bandar Lampung, Sumaindra Jarwadi, mengungkapkan solidaritas HAM mereka dengan mengenakan pakaian hitam sebagai simbol ‘matinya keadilan’ di Indonesia. 

Menurutnya, konflik agraria seperti yang terjadi di Lampung merupakan fenomena nasional, dan kriminalisasi terhadap petani serta pembela HAM semakin menjadi pola umum.

“Kami melihat ini sebagai bentuk represi aparat penegak hukum terhadap rakyat,” kata Sumaindra. 

Ia menegaskan bahwa Anton Heri sebagai advokat memiliki hak imunitas sesuai UUD advokat, sehingga tidak seharusnya dapat dipidana atau digugat secara perdata.

Di sisi lain, Kombes Donny Arief Praptomo dari Dirreskrimsus Polda Lampung membenarkan adanya pemeriksaan yang sedang berlangsung terkait kasus Anton Heri. 

Baca Juga  Warga Minta Walikota Tutup Bar And Cafe Mixology dan Angel wings

“Tersangka telah diperiksa dan kami telah mengumpulkan bukti-bukti yang relevan,” jelas Donny.

Menurut Donny, penyelidikan yang dimulai sejak Mei 2023 telah berlanjut ke penyidikan dengan pengumpulan berbagai barang bukti dan pendapat dari ahli perkebunan, pidana, administrasi negara, serta lembaga advokat. 

“Kami juga mengantongi bukti elektronik yang mendukung tuduhan sesuai pasal 107 UU No. 39 Tahun 2014,” tambahnya.

Untuk itu, Tim Advokasi Anti Kriminalisasi yang terdiri dari kelompok masyarakat sipil, NGO, mahasiswa, dan advokat menyampaikan beberapa sikap:

  • Mendesak penghentian segala bentuk kriminalisasi terhadap pembela HAM dan advokat yang sedang menjalankan tugas advokasi.
  • Meminta Polda Lampung menghormati hak imunitas advokat sebagaimana dijamin oleh UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, UU 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
  • Meminta pemerintah pusat dan daerah bertanggung jawab dalam menyelesaikan konflik agraria yang berdampak pada masyarakat di Kampung Kota Bumi, Sungsang, dan Penengahan.

Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut isu penting terkait hak asasi manusia dan perlindungan terhadap advokat yang menjalankan tugasnya dalam konteks konflik agraria. 

Proses hukum selanjutnya akan diikuti dengan ketat oleh berbagai pihak yang berkepentingan.(Alb)

Pos terkait