Penagihan Tak Berjalan Lancar, Pansus BLBI DPD RI Minta Kewenangannya Ditingkatkan

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Bustami Zainudin. ANTARA/HO-DPD RI/am.

PANITIA Khusus Bantuan Likuidatas Bank Indonesia (Pansus BLBI) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) kembali menunjukan kegeramannya kepada obligor atau debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang dianggap tak kunjung membayar utang-utangnya kepada pemerintah. Saking geramnya, Pansus BLBI DPD RI yang diketuai senator asal Lampung, Bustami Zainudin mendesak pemerintah bersikap lebih keras dengan memberikan sanksi berat kepada para pengemplang BLBI, bahkan hingga sampai ke keturunan atau anak cucu obligor.

Sebelumnya, saat pembentukan Pansus BLBI Jilid pada Mei 2023 lalu, DPD RI menargetkan akan membawa obligor BLBI sampai ke ranah pidana.

Bacaan Lainnya

Target tersebut, menurut Bustami demi untuk menyelamatkan uang rakyat, apalagi para obligor tersebut sudah 25 tahun mendapat kemurahan dari negara.

Diketahui, Pansus BLBI Jilid 1 mengeklaim telah menemukan sejumlah kerugian negara terkait pengucuran dana talangan BLBI 1997-1998 dan juga pemberian obligasi rekap. Dana talangan BLBI untuk membantu bank-bank memenuhi penarikan dana masyarakat diakui Satgas BLBI telah merugikan negara sebesar Rp 110 triliun.

Untuk mempercepat upaya Pansus BLBI menyelamatkan uang rakyat, Bustami berpendapat perlu sanksi yang lebih keras dan berat, seperti penyitaan semua aset, pemblokiran rekening, hingga tidak memperbolehkan anak dan keturunannya berusaha di Indonesia.

Baca Juga  Gegara Lebah, Oknum DPRD Tanggamus Dituntut 1,5 Tahun

“Kami kira, keturunan atau anak cucu para pengemplang BLBI ini harus di-blacklist dan mereka tidak boleh lagi berusaha atau berbisnis di Indonesia. Kita sepakat bahwa sanksi berat agar efek jera bagi pengemplang BLBI ini,” ujar Bustami dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), seperti dikutip dari keterangan resmi di Jakarta, Rabu (12/7/23).

Minta Kewenangan Diperluas

Selain memberikan sanksi berat, dirinya juga meminta Pemerintah meningkatkan kewenangan yang diberikan kepada Tim Satuan Tugas (Satgas) BLBI, mengingat masa kerja tim satgas yang dibentuk oleh Pemerintah ini akan berakhir pada akhir tahun 2023.

Hal ini penting agar mereka dapat melakukan langkah-langkah yang diperlukan sesuai ketentuan perundang-undangan guna menuntaskan pengembalian utang perbankan atau utang BLBI tersebut.

“Kami berpendapat, untuk melakukan penagihan terhadap pihak perbankan atas penunggakan kewajibannya, diperlukan peningkatan kewenangan yang diberikan kepada Satgas BLBI ini,” kata dia menambahkan.

Bustami menilai penanganan hak tagih negara atas dana BLBI oleh Satgas BLBI belum berjalan secara optimal, yang terlihat dari piutang negara yang terdapat pada obligor BLBI tercatat sebesar Rp30,47 triliun per 31 Desember 2022. Sementara piutang negara yang terdapat pada debitur sebesar Rp38,90 triliun dan 4,54 miliar dolar AS.

Baca Juga  Kembalikan Dana Lebih! OPD Pemkot Bandarlampung Lupa Rekomendasi BPK

Mengingat bahwa penugasan Satgas BLBI hanya sampai akhir tahun 2023, maka Satgas BLBI harus bekerja keras dan menarik seluruh piutang negara sebelum masa tugas berakhir.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI sekaligus Ketua Satgas BLBI Mahfud MD mengingatkan para debitur atau obligor mengenai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara yang akan segera diterapkan secara bertahap.

Artinya, mereka yang mangkir dari kewajibannya dan tidak kooperatif untuk membayar utang akan dikenakan sanksi mulai dari pencabutan paspor, penutupan akses ke perbankan, pembekuan rekening bank, sampai pembatasan terhadap bisnis.

“Itu sudah ada PP-nya, PP Nomor 28 Tahun 2022. Itu nanti akan dikenakan secara bertahap sampai sekurang-kurangnya menjadi jelas siapa yang punya utang berapa dan kapan harus membayar dengan apa,” kata Menko Polhukam menjawab pertanyaan wartawan saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/7).(*/iwa)

 

 

Pos terkait